HAKI
(Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri)
A. Pengertian HAKI
HKI atau HaKi merupakan singkatan dari Hak kekayaan
intelektual atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai intellectual property rights (IPR), adalah hak yang timbul atas
hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna
untuk manusia.
Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara
ekonomi hasil suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah
karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Sistem HKI merupakan
hak privat (private rights). Di sinitah ciri khas HKI. Seseorang bebas
mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intetektuatnya atau tidak. Hak
eksklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta,
atau pendesain) dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karyanya dan agar
orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga
dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme
pasar.
B. Fungsi HAKI
Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
1. Perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis di bidang HaKI;
2. Pembinaan
yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan, dan penyiapan standar di bidang
HaKI;
3. Pelayanan
Teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal
HaKI.
C. Klasifikasi HAKI
Secara garis besar HAKI dibagi dalam
dua bagian, yaitu:
1. Hak Cipta (copy
rights)
2. Hak Kekayaan
Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:
3.
Paten;
4. Desain Industri
(Industrial designs);
5. Merek;
6. Penanggulangan
praktik persaingan curang (repression of unfair competition);
7. Desain tata
letak sirkuit terpadu (integrated circuit);
8. Rahasia
dagang (trade secret);
Ada banyak
pendapat ahli mengenai definisi HAKI. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah “Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)” merujuk pada bidang hukum secara umum
mengenai hak cipta, paten, disain, merek dagang dan hak-hak terkait (Bently
& Sherman, 2001). Bagi beberapa ahli, “HAKI adalah hak-hak yang bisa ditegaskan
menyangkut intelektualitas manusia” (Alison & Surfin, 2001). Dalam
Perjanjian TRIPs, HAKI didefinisikan sebagai “the right [of Creators] to
prevent others from using their inventions, designs, or other creations”
(Publikasi WTO: http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/agrm6_e.htm ). [hak (pencipta) untuk mencegah
orang lain menggunakan penemuan, desain, atau ciptaan lain]. Menurut Perjanjian
TRIPs, HAKI terdiri dari:
·
Hak
Cipta dan hak-hak terkait (Copyright and related rights);
·
Merek
dagang termasuk merek jasa (Trademarks, including service marks);
·
Indikasi
geografis (Geographical indications);
·
Desain
Industri (Industrial designs);
·
Paten
(Patents);
·
Tataletak
sirkit terpadu (Layout-designs (topographies) of integrated circuits); dan,
·
Rahasia
Dagang (Undisclosed information, including trade secrets)
Dari semua
pendapat di atas, adalah jelas bahwa istilah HAKI merupakan “istilah generik”, yang
mencakup baik hak cipta (Paul Craig
& Gráinne de Búrca).
Organisasi
HAKI dunia yaitu World Intellectual Property Rights Organization (WIPO)
menerangkan, bahwa “Hak milik intelektual merujuk pada hasil karya dari
pemikiran: penemuan, karya artistik dan sastra, dan simbol, nama, citra, dan
desain yang digunakan dalam perniagaan” [Intellectual property refers to
creations off the mind: inventions, literary and artistic works, and symbols,
names, images, and designs used in commerce.”] Menurut WIPO, HAKI dibagi
dalam dua kategori, yaitu 1) hak milik perindustrian, yang mencakup paten,
merek, desain industri, indikasi geografis. 2) hak cipta, yang mencakup karya
artistik dan sastra seperi novel, puisi dan pertunjukan, film, karya musikal,
karya artistik seperti gambar, lukisan, fotografi dan ukiran, dan desain
arsitektur. Hak-hak terkait dengan Hak Cipta adalah mencakup hak-hak dari artis
pertunjukan dalam pertunjukannya, produser rekaman dalam produksi rekaman
mereka, dan penyiaran dalam program-program televisi dan radio.
[“Intellectual
property is divided into two categories: Industrial property, which includes
inventions (patents), trademarks, industrial designs, and geographic
indications of source; and Copyright, which includes literary and artistic works
such as novels, poems and plays, films, musical works, artistic works such as
drawings, paintings, photographs and sculptures, and architectural designs.
Rights related to copyright include those of performing artists in their
performances, producers of phonograms in their recordings, and those of
broadcasters in their radio and television programs.”]
D. Hakekat HAKI
Hak-hak yang ada di dalam HAKI sebagian
besar diaplikasikan dalam perdagangan barang dan jasa, sehingga makna (the
subject matter) dari HAKI mengelilingi dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari
dari tiap orang. Akibatnya hakikat dari tatanan hak yang pada dasarnya bersifat
privat mempengaruhi aturan-aturan publik di dalam masyarakat.
Bagi beberapa ahli, hak-hak yang
terdapat di dalam HAKI bersumber dari tatanan hukum yang melindungi HAKI. (“Intellectual
property law creates property rights in a wide and diverse range of things and
in the various insignia applied to goods and service” – Bently &
Sherman). Namun –paling tidak bagi saya – hal itu tidaklah demikian.
E.
HAKI sebagai benda tidak berwujud
HAKI memiliki berbagai bentuk yang
saling berbeda, tapi juga memiliki kemiripan tertentu. Kemiripan yang utama
ialah perlindungan terhadap benda “tidak berwujud” (intangible things).
Benda-benda ini disebut ‘tidak berwujud’ karena mereka merupakan gagasan,
penemuan, tanda, dan informasi.
Hal ini menempatkan HAKI dalam posisi
yang berbeda dengan hak milik atas benda ‘berwujud’ yang mana berfungsi sebagai
titel atas suatu obyek yang berwujud/berbentuk. Sedangkan HAKI, pada saat
merupakan bentuk tidak berwujud juga sekaligus mengandung hak-hak yang tidak
berwujud. Dengan kata lain, hak milik yang tidak berwujud dikandung dalam obyek
berwujud (In the other words, the intangible property is embodied in the
tangible object – Bently & Sherman). Keadaan semacam ini melahirkan
konsekuensi hukum.
Konsekuensi yang lahir dari sifat tidak
berwujud HAKI adalah, bahwa sifat dari HAKI ini membatasi kemampuan pemilik
benda untuk bertindak terhadap benda miliknya. Penguasaan secara nyata atas
suatu benda tidak pada saat yang sama melahirkan kepemilikan atas HAKI dari
benda tersebut.
Contoh: Jika seorang mahasiswa membeli
kaset/CD musik di toko, hal itu berarti sang mahasiswa menjadi pemilik
kaset/CD yang dibelinya, namun tidak berarti dia menjadi pemilik hak cipta
atas lagu-lagu di dalam kaset/CD tersebut. Dia juga tidak menjadi pemilik hak
cipta atas sampul kaset/CD, dan juga bukan pemegang hak merek atas merek
produk yang dibelinya. Bandingkan dengan keadaan dimana seseorang membeli
rumah (benda berwujud), maka dengan sendirinya dia memiliki kemampuan untuk
bertindak bebas atas rumah tersebut.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena
dalam kasus pembelian kaset/CD di atas, yang dibeli oleh sang mahasiswa
sebenarnya adalah lagu-lagu (karya cipta) yang direkam di dalam wadah
kaset/CD tersebut. Bukan maksud sang mahasiswa untuk membeli wadahnya, karena
dia bisa membeli kaset/CD kosong jika hanya ingin membeli wadah.
|
Di bagian dunia yang lain, seperti di
negara-negara anggota Uni Eropa dan di Amerika Serikat, masalah sifat tidak
berwujud dari HAKI ini sudah mencapai tingkat pembahasan pada aspek perdagangan
barang dan jasa, terutama menyangkut prinsip ‘exhaustion of right’. Hal ini
akan dibahas kemudian.
Mengenai pelanggaran HAKI, sedikit
banyak juga dipengaruhi oleh sifat HAKI sebagai hak yang tidak berwujud.
Tidaklah mudah bagi orang untuk memahami mengapa seseorang tidak bisa menikmati
kebebasan penuh atas benda miliknya, termasuk memperoleh manfaat ekonomi
darinya. Seseorang bisa saja bertanya mengenai hak yang lahir dari tindakannya
atas suatu benda (misalnya pembelian barang). Pemilik benda bisa saja bertanya,
“Mengapa saya tidak menggunakan benda yang telah saya beli ini untuk memperoleh
uang dan keuntungan atas sejumlah uang yang telah saya keluarkan untuk
pembeliannya?”. Namun dia tidak dapat melakukannya tanpa melalui prosedur HAKI
jikalau tidak ingin dituduh melakukan pelanggaran HAKI
F. Perlindungan Hukum terhadap
Ciptaan/Penemuan/Produksi
Sifat lain
yang juga mirip dalam berbagai hak dari HAKI adalah citra dari arti “ciptaan”
atau “penemuan” dan “produksi”. Ciptaan atau penemuan atau produksi merupakan
hasil yang muncul setelah sebuah gagasan dijewantahkan ke dalam objek tertentu.
Object ini mengandung HAKI. Dengan kata lain, “tindakan menciptakan terjadi
pada saat individu tertentu melaksanakan usaha mentalnya untuk merubah bahan
mentah” (“the act of creation occurs when an individual exercises their mental
labour to manipulate raw material” – Bently & Sherman).
Makna dari
penciptaan/penemuan/produksi memiliki kaitan erat dengan sistem pendaftaran
HAKI dan penegakan HAKI. Rejim pendaftaran HAKI terdiri dari the first to
file system, the first to use system, dan sebuah sistem campuran (mixed
system) dari dua sistem yang ada.
Setiap sistem mengandung pendapat yang
berbeda mengenai ‘kapankah suatu hak diperoleh/terbentuk?’ Bagi the first to
use, sebuah hak lahir setelah karya cipta/hasil penemuan lahir menjadi
kenyataan. Kalau begitu, kapan sebuah karya ciptaan/hasil penemuan menjadi
kenyataan? Karya tertentu menjadi kenyataan setelah mencapai kesatuan yang utuh
yang dapat diperbanyak. Arti dari pemahaman semacam ini adalah, bahwa
perlindungan hukum terhadap HAKI bisa diperoleh setelah sebuah karya telah
menjadi kenyataan. Dengan kata lain, gagasan di dalam kepala saja tidak bisa
memperoleh perlindungan HAKI sebab itu belum menjadi karya/hasil.
HaKI
bukanlah merupakan satu konsep yang lahir secara integral. Konsep ini merupakan
kategorisasi atas beberapa hal yang lahir dalam kegiatan perdagangan dan
industri untuk memperoleh perlindungan hukum.
Hal-hal yang
dipandang perlu diberi perlindungan hukum, adalah kegiatan yang memerlukan daya
cipta (kreatifitas) manusia yang bersifat khas dan membawa manfaat ekonomis.
Sehingga kegiatan-kegiatan tersebut memiliki nilai ekonomis. Kegiatan dimaksud
adalah kegiatan "penciptaan", "penemuan" dan
"produksi".
Dalam
kegiatan perdagangan dan industri, lahir berbagai penciptaan, penemuan, dan
produksi yang di dalamnya terdapat unsur-unsur kepentingan individu sebagai
hasil dari penemuan/usaha (endeavors) mereka secara intelektual.
Misalnya: Setrika listrik. Benda ini merupakan pengembangan dari teknologi
Setrika Uap yang jaman dulu digunakan. Kemudian seorang Penemu menemukan
teknologi baru untuk menggabungkan listrik sebagai sumber panas bagi Setrika
(pengganti Arang). Penemuan tersebut terbukti mampu diproduksi dalam skala
massal dan dijual secara luas. Hal ini membawa manfaat ekonomis bagi produsen
dan penjual. Tentu saja manfaat ini perlu dinikmati juga oleh sang Penemu.
(Kemudian dilindungi melalui hak Paten). Bila penemuan ini dimanfaatkan oleh
banyak orang, maka benda-benda tersebut perlu diberi 'identitas'. Identitas ini
membedakan produk satu pihak dengan produk pihak lainnya. (Identitas tersebut
dilindungi melalui hak Merek). Jika benda tersebut diberi disain yang
memudahkan penggunaannya, maka diberi perlindungan hak Disain Industri.
Pada saat
produk atau benda tersebut dijual belikan secara luas dan massal, maka usaha
yang telah dilakukan oleh Pencipta atau Penemu, merupakan kekayaannya/assets.
Sehingga karya intelektual merupakan kekayaan. Kekayaan ini perlu dilindungi
dari penyalahgunaan oleh pihak lain yang tidak beritikad baik. Pada titik
inilah kebutuhan perlindungan hukum muncul dan pengaturan mengenainya perlu
dilakukan.
Dari sejarah perdagangan, dapat
diketahui bahwa munculnya berbagai hak, terkait dengan perlindungan karya
intelektual sebagai kekayaan pencipta/penemunya yaitu: Hak Cipta, Paten, dan
Merek. Kemajuan teknologi dan informasi dalam kegiatan ekonomi kemudian
melahirkan hak-hak lain (terutama dalam bidang industri), yaitu a.l. Undisclosed
information, Integrated circuit topography lay-out design, dll.
G. Bentuk-bentuk HAKI
Menurut WIPO, ada dua kategori dari
HAKI, yaitu 1) Hak Cipta dan Hak-hak terkait (Copyright and related rights;
dan, 2) Hak Milik Perindustrian (Industrial property). Haki Cipta (Copyright)
di dalamnya melindungi karya-karya cipta dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra
dan seni (seperti novel, puisi, sandiwara, film, ciptaan musik, lukisan,
gambar, fotografi, ukiran, dan karya-karya arsitektur). Susunan lengkapnya bisa
dibaca dalam UU Hak Cipta. Ada pula “Related rights” atau “Rights related to
copyright” yang terdiri dari hak para artis pertunjukan terhadap karya
pertunjukannya, produser rekaman suara terhadap hasil kerjanya, dan para
lembaga penyiaran terhadap program radio dan televisi mereka. Bagi beberapa
ahli yang lain, “Related rights” terdiri dari antara lain: database, fotografy,
program komputer, dan karya-karya yang diturunkan dari komputer. (Bently &
Sherman)
Hak Milik Perindustrian (Industrial
property), terdiri Hak atas Merek (Trademarks), termasuk merek jasa; Indikasi
geografis (Geographical indications); Hak Desain Industri (Industrial designs);
Hak Paten (Patents); Hak Desain Tata Susunan dari Integrated circuits
(Layout-designs (topographies) of integrated circuits); dan, Rahasia dagang
(Undisclosed information, including trade secrets).
Perlindungan dan administrasi dari HAKI
secara internasional dilakukan mengikuti berbagai kategori hak yang disebut di
atas.
H. Perlindungan HAKI di Indonesia
Di
Indonesia, HAKI secara umum terdiri dari Hak Cipta (Copyright) dan Hak Milik
Perindustrian (Industrial property right) (Publikasi Ditjen HaKI
DepkehHAM: http://www.dgip.go.id/indonesia/pengantar.htm).
Kategorisasi ini sesuai dengan kategorisasi HAKI menurut organisasi HAKI dunia
yaitu WIPO (World Intellectual Property Organization). Hak Milik Perindustrian
meliputi Paten, Merek dagang, Disain Industri, Tataletak Sirkit Terpadu,
Rahasia Dagang, dan Perlindungan Varitas Tanaman.
Pengaturan HAKI di Indonesia telah
diatur dalam legislasi sebagai berikut:
·
Hak Cipta :
UU Hak Cipta terbaru ialah UU No. 19/2002
·
Paten
: UU Paten terbaru ialah di tahun 2001 (UU No 14/2001). Sebelumnya berlaku UU
No.6/1989 yang dirubah UU No 13/1997.
·
Trademark
: UU Merek terbaru ialah UU No. 15/2001. sebelumnya diatur dalam UU No 19/1992
yang dirubah oleh UU No 14/1997.
Ada pula beberapa UU baru yang
diundangkan sebagai peraturan baru setelah ratifikasi keikutsertaan Indonesia
di dalam Treaty tentang GATT/WTO (disesuaikan dengan pengaturan masa peralihan
khusus dari WTO), ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
·
Perlindungan Varitas Tanaman :
UU No 29/2000.
·
Rahasia Dagang:
UU No 30/2000.
·
Desain Industri:
UU No 31/2000.
·
Disain Tataletak Sirkit Terpadu
: UU No 32/2000.
Semua UU
tersebut adalah usaha Indonesia untuk memenuhi standar dari Perjanjian TRIPs (Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade In
Counterfeit Goods) setelah Indonesia masuk menjadi anggota WTO di tahun
1994. Pemenuhan kewajiban tersebut dimulai tahun 1997 dan diperbarui pada tahun
2000 dan 2001. Pembaruan sejumlah UU di atas dilakukan setelah Indonesai
meratifikasi sejumlah Konvensi internasional dalam bidang HAKI pada setiap species
dari HAKI, seperti WIPO Copyrights Treaty (WCT), Rome Convention 1961, Berne
Convention, Paris Convention (on Industrial Property rights), Patent
Cooperation Treaty (PTC), and Trademark Law Treaty (TLT) (Penjelasan atas
tiap isi konvensi ini bisa diperoleh dalam Modul 2).
Lembaga
pemerintah yang berwenang mengadministrasikan pelaksanaan UU tersebut adalah
Direktorat Jenderal HAKI, Departemen Kehakiman dan HAM. Di dalam Ditjen HAKI
terdapat kantor untuk pendaftaran dan kewenangan dari setiap hak dari HAKI di
atas.
Dengan
demikian, HaKI merupakan kumpulan intellectual property rights yang
menghasilkan atau melindungi sejumlah kepentingan individu sebagai hasil dari
usaha intelektualnya. HaKI tidak memiliki definisi konsep tunggal (Shelly
Warwick), istilah ini muncul dalam pemakaian secara luas atau sering dibatasi
sebagai kumpulan hak yang meliputi Hak Cipta (Copyright), Paten (Patent),
dan Merek (Trademark) yang kemudian diperluas lebih lanjut pada jenis
hak milik intelektual lainnya pada bidang industri seperti Undisclosed
information/Trade Secret, Integrated circuit topography lay-out
design,Plant varieties, Utility models (Paten Sederhana.
Di dalam
lingkup Hak Cipta, terdapat “Hak-hak terkait” (Related rights). Hak
Terkait adalah hak yang dimiliki oleh: produser rekaman suara atas karya
rekaman suara; hak artis pertunjukan atas karya pertunjukannya; dan, hak
lembaga penyiaran atas karya siarannya. Selain itu, dalam Hak Cipta dikenal
pula istilah neighboring rights. Yang dimaksud dengan neighboring
rights adalah mechanical right (hak memperbanyak), performing
right (hak mengumumkan), rental right (hak menyewakan), dan moral
right (hak moral atas ciptaan dan perubahan yang dilakukan pihak lain).
Hak Cipta
dan Hak milik perindustrian memiliki persamaan sebagai sama-sama hasil usaha
intelektual manusia yang menghasilkan manfaat ekonomis bagi pemiliknya.
Perbedaannya terletak pada lingkup perlindungannya serta penekanan dari aspek
yang dilindungi. Hak Cipta berhubungan dengan kegiatan mencipta dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Penekanan perlindungannya adalah pada soal keaslian/orisinalitas
ciptaan. Jadi, ada kekhasan pribadi individu pencipta.
Hak milik
perindustrian berhubungan dengan kegiatan industri, yaitu proses produksi dan
produk industrinya. Penekanan perlindungannya berbeda pada setiap jenis hak
milik perindustrian. Penekanan perlindungan dalam hak Paten adalah menyangkut
Kebaruan/Novelty dari suatu penemuan. Bila dalam Hak Cipta suatu karya
bisa saja tidak baru, akan tetapi karya tersebut haruslah asli karya seorang
pencipta sedangkan dalam hak Paten penemuan haruslah baru (belum ada
sebelumnya).
Dalam
perlindungan Merek, yang ditekankan adalah Daya Pembeda/Distinctiveness.
Daya Pembeda ini akan melahirkan suatu kepribadian atas produk yang dijual.
Ukurannya adalah apakah ada "Kesamaan pada pokoknya" dengan merek
lain.
Sementara
itu, ada pula penemu atau pemegang hak yang tidak ingin informasi formula
produknya diketahui oleh pihak lain. Untuk itu perlindungan Paten tidak
menyediakan perlindungan yang memadai, sehingga lahirlah hak atas Undisclosed
Information. Sementara itu, perlindungan atas Integrated Circuit
berhubungan dengan masalah tata letak/layout yang mempengaruhi kinerja
produk tersebut.
Pertanyaan
pokok yang terus digumuli hingga saat ini dalam pengembangan HaKI adalah,
apakah yang menjadi dasar filosofis bagi kebutuhan perlindungan HaKI secara
yuridis? Terhadap soal ini, berbagai teori mengenai Hak bisa menjadi dasar
argumentasinya baik yang berupa Natural rights theory
(Bentham, dll), Contract theory, Utilitarian theory, bahkan Labor
rights yang dikembangkan oleh para Lockean (pendukung John Locke) (Shelly
Warwick).
HaKI adalah
bidang hukum yang tidak tunggal arah. Hubungannya dengan bidang hukum lain
mencakup bidang-bidang hukum dalam hukum pidana (termasuk hukum
internasional), perdata (termasuk hukum perdata internasional), dan
administrasi negara.
Dalam hal
hukum perdata, perlindungan HaKI memperkaya konsep mengenai "benda".
Konsep benda yang tidak berwujud ini, diberikan perlindungan sesudah memperoleh
wujud tetapi yang dilindungi tetap dalam makna yang tidak berwujud yaitu
kemampuan intelektual manusia. Kemudian "benda" ini diberi identitas
sebagai "hak".
"Hak"
ini merupakan status sekaligus merupakan obyek perlindungan. Ini berbeda dengan
benda seperti tanah, yang mana sebagai obyek perlindungan dilekati hak milik
misalnya, dalam HaKI status yang melekat itu adalah sekaligus obyek
perlindungan hukum. Yang terhadapnya berlaku semua ciri hak kebendaan. Itulah
sebabnya konsep kebendaan di dalam HaKI dipandang memperkaya konsep benda di
dalam hukum perdata Indonesia.
Hubungan
dengan hukum perdata menjadi semakin mendalam, dengan pengaturan mengenai
pengalihan HaKI yang dimungkinkan melalui perjanjian (dengan akta otentik),
pewarisan, dan hibah. Selain itu, perjanjian lisensi juga dapat diterapkan
dalam hal pelaksanaan hak oleh pihak kedua tanpa terjadi pengalihan hak.
Dalam kaitan
dengan hukum pidana, pelanggaran terhadap hak merupakan perbuatan melawan
hukum. Untuk memperkuat perlindungannya diberlakukan sanksi pidana atas
pelanggaran hukum yang terjadi. HaKI yang dilanggar diberi makna setara dengan
pencurian atas kekayaan pihak lain, oleh karena itu perlu diberi perlindungan
secara pidana pula.
Dalam
pengaturan pada sistem hukum negara, HaKI diasumsikan berasal dari negara yang
"diberikan" kepada individu. Proses ini terjadi melalui mekanisme
Administrasi Negara berupa sistem Pendaftaran hak (terutama dalam hal Paten dan
Merek). Peran pemerintah dalam hal ini cukup besar. Hal tersebut menjadi
bertambah penting dengan belum meluasnya pemahaman akan kepentingan
perlindungan HaKI, karena peran pemerintah cukup besar dalam melakukan
sosialisasi pengaturan HaKI.
1. Undang-undang
No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-undang No. 6Tahun 1982 tentang Hak
Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987 (UU Hak
Cipta); dalam waktu dekat, Undang-undangini akan direvisi untuk
mengakomodasikan perkembangan mutakhir dibidanghak cipta;
1. Undang-undang
No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
2. Undang-undang
No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
3. Undang-undang
No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
4.
Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak SirkuitTerpadu;
5. Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten); dan
6. Undang-undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Peranan Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam perkembangan NegaraIndonesia adalah sebagai
berikut:
1. Menciptakan iklim perdagangan dan
investasi yang kompetitif;
2. Meningkatkan perkembangan teknologi;
3. Mendukung
perkembangan dunia usaha yang kompetitif dan spesifik di pasar global;
4. Meningkatkan invensi dan inovasi dalam negri yang
berorientasi ekspor dan bernilai komersial;
5. Mempromosikan sumber
daya sosial dan budaya yang dimiliki;
6. Memberikan
reputasi internasional untuk ekspor produk lokal yang berkarakter dan
memiliki tradisi budaya daerah.
Contoh
Kasus:
Kasus yang
berkaitan dengan kriteria dapat dilihat dalam kasus PT. NobelCarpets sebagai
pihak penggugat, yang mengajukan gugatan industri atas karpetdengan motif Pilar
dan karpet dengan motif Masjid yang didaftarkan PT.Universal Carpets and Rugs
sebagai pihak tergugat. Dasar gugatan PT. NobelCarpets atau penggugat adalah
industri atas karpet dengan motif Pilar dan Masjidyang keduanya didaftarkan
atas nama PT. Universal Carpets and Rugs adalah
tidak baru
pada saat diterimanya permohonan pendaftarannya, masing-masing pada
tanggal Rabu tanggal 15 Desember 2004, diputus dalam rapat Majelis
HakimPengadilan Niaga Jakarta Pusat yang terdiri Mulyani sebagai Hakim
KetuaMajelis, Agus Subroto, SH, M.Hum dan Sudrajat Dimyati, SH, dan dibantu
olehMatius B. Situru, SH sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh
KuasaPenggugat dan Kuasa Tergugat, tanpa dihadiri Kuasa Turut Tergugat. 4 Juli
2003dan 8 Juli 2003, karena sama dengan industri karpet dengan motif Pilar dan
motif Masjid yang telah digunakan di Indonesia oleh Penggugat atau PT.
Nobel Carpetssejak 1995.Tuntutan penggugat atau PT. Nobel Carpets adalah agar
Tergugat PT.Universal Carpets and Rugs dinyatakan beriktikad tidak baik pada
waktu pengajuan permohonan
pendaftaran industri yang terdaftar dengan
No. ID 0 005420 dengan karpet motif Pilar dan industri dengan
No. ID 0 005 425. Dan tuntutanagar industri No. ID 0 005 420 dengan judul
karpet dengan motif Pilar danindustri No. ID 0 005 425 dengan judul karpet
dengan motif masjid.
Dalam putusan Pengadilan Niaga, majelis hakim berpendapat bahwa motif pilar danmotif
masjid yang diproduksi PT. Universal Carpets and Rugs atau tergugat
tidak sama dengan karpet Pilar dan Masjid yang diproduksi oleh penggugat
dengan pertimbangan bahwa setelah membandingkan karpet-karpet produk Penggugatdengan
karpet produk. Tergugat sepintas memang memiliki kemiripan, namunapabila
diteliti lebih seksama dari segi bentuk, konfigurasi, komposisi garis
danornamentasi khas ternyata berbeda, sehingga karpet-karpet produk Tergugat
dapatdikatakan memiliki nilai.Dalam putusan tersebut majelis hakim menimbang
bahwa Pasal 10Undang-Undang Industri menyatakan bahwa hak atas industri diberikan
atas
dasar permohonan. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka perlindungan industrihanya
diberikan kepada pihak yang telah mengajukan permohonan pendaftaranindustri.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Industri bahwa pihak yang
untuk pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemeganghak industri,
kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Berdasarkan ketentuan pasal diatas,
majelis hakim berpendapat bahwa secara yuridis PT. Universal Carpets and
Rugs atau
tergugatlah sebagai pihak yang pertama kali mengajukan
permohonan pendaftaran atas industri karpet dengan motif masjid pada turut tergugat atauDirektorat
Jenderal HaKI. Sehingga secara mutatis mutandis sesuai denganketentuan Pasal 9
ayat (1) Undang-Undang Industri.Di lain pihak, hakim juga memiliki opini bahwa
penggugat dalamkesempatannya tidak pernah mengajukan pendaftaran industri atas
karpet yangdiproduksinya, sehingga dapat dinyatakan bahwa penggugat tidak
berhak menerima perlindungan industri untuk karpet yang diproduksinya tersebut.
Dalam putusan kasasi, Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat tersebut telah tepat dan benar. Nilai
tidak hanya diklaim atas penampilan keseluruhannya, tetapi juga berdasarkan pada kombinasi elemen-elemen
yang pada awalnya telah diketahui. Sesuai dengan Undang-UndangIndustri di
Indonesia bahwa suatu akan mendapatkan perlindungan hukum jikatersebut
benar-benar baru, dengan kata lain memiliki unsur novelty .Referensi:
http://www.sttrcepu.ac.id/haki/index.php?option=com_content&view=article&id=184:sifat_hki&catid=57:frontpage&Itemid=236
smayoskrw.files.wordpress.com/.../haki.doc
0 Response to "TUGAS 2 HUKUM INDUSTRI"
Posting Komentar