Latest Updates

TUGAS 2 HUKUM INDUSTRI


HAKI (Hak Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Industri)

A.    Pengertian HAKI
HKI atau HaKi merupakan singkatan dari Hak kekayaan intelektual atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai intellectual property rights (IPR), adalah hak yang timbul atas hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.
Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomi hasil suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Di sinitah ciri khas HKI. Seseorang bebas mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intetektuatnya atau tidak. Hak eksklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, atau pendesain) dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karyanya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.

B. Fungsi HAKI
Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
1.      Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis di bidang HaKI;
2.      Pembinaan yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan, dan penyiapan standar di bidang HaKI;
3.      Pelayanan Teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal HaKI.

C. Klasifikasi HAKI
Secara garis besar HAKI dibagi dalam dua bagian, yaitu:
1.      Hak Cipta (copy rights)
2.      Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:
3.    Paten;
4.      Desain Industri (Industrial designs);
5.      Merek;
6.      Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition);
7.      Desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit);
8.      Rahasia dagang (trade secret);

Ada banyak pendapat ahli mengenai definisi HAKI. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah “Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)” merujuk pada bidang hukum secara umum mengenai hak cipta, paten, disain, merek dagang dan hak-hak terkait (Bently & Sherman, 2001). Bagi beberapa ahli, “HAKI adalah hak-hak yang bisa ditegaskan menyangkut intelektualitas manusia” (Alison & Surfin, 2001).  Dalam Perjanjian TRIPs, HAKI didefinisikan sebagai “the right [of Creators] to prevent others from using their inventions, designs, or other creations” (Publikasi WTO: http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/agrm6_e.htm ). [hak (pencipta) untuk mencegah orang lain menggunakan penemuan, desain, atau ciptaan lain]. Menurut Perjanjian TRIPs, HAKI terdiri dari:

·         Hak Cipta dan hak-hak terkait (Copyright and related rights);
·         Merek dagang termasuk merek jasa (Trademarks, including service marks);
·         Indikasi geografis (Geographical indications);
·         Desain Industri (Industrial designs);
·         Paten (Patents);
·         Tataletak sirkit terpadu (Layout-designs (topographies) of integrated circuits); dan,
·         Rahasia Dagang (Undisclosed information, including trade secrets)

Dari semua pendapat di atas, adalah jelas bahwa istilah HAKI merupakan “istilah generik”, yang mencakup baik hak cipta (Paul Craig & Gráinne de Búrca).
Organisasi HAKI dunia yaitu World Intellectual Property Rights Organization (WIPO) menerangkan, bahwa “Hak milik intelektual merujuk pada hasil karya dari pemikiran: penemuan, karya artistik dan sastra, dan simbol, nama, citra, dan desain yang digunakan dalam perniagaan” [Intellectual property refers to creations off the mind: inventions, literary and artistic works, and symbols, names, images, and designs used in commerce.”] Menurut WIPO, HAKI dibagi dalam dua kategori, yaitu 1) hak milik perindustrian, yang mencakup paten, merek, desain industri, indikasi geografis. 2) hak cipta, yang mencakup karya artistik dan sastra seperi novel, puisi dan pertunjukan, film, karya musikal, karya artistik seperti gambar, lukisan, fotografi dan ukiran, dan desain arsitektur. Hak-hak terkait dengan Hak Cipta adalah mencakup hak-hak dari artis pertunjukan dalam pertunjukannya, produser rekaman dalam produksi rekaman mereka, dan penyiaran dalam program-program televisi dan radio.

[“Intellectual property is divided into two categories: Industrial property, which includes inventions (patents), trademarks, industrial designs, and geographic indications of source; and Copyright, which includes literary and artistic works such as novels, poems and plays, films, musical works, artistic works such as drawings, paintings, photographs and sculptures, and architectural designs. Rights related to copyright include those of performing artists in their performances, producers of phonograms in their recordings, and those of broadcasters in their radio and television programs.”]

D. Hakekat HAKI
Hak-hak yang ada di dalam HAKI sebagian besar diaplikasikan dalam perdagangan barang dan jasa, sehingga makna (the subject matter) dari HAKI mengelilingi dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari dari tiap orang. Akibatnya hakikat dari tatanan hak yang pada dasarnya bersifat privat mempengaruhi aturan-aturan publik di dalam masyarakat.
Bagi beberapa ahli, hak-hak yang terdapat di dalam HAKI bersumber dari tatanan hukum yang melindungi HAKI. (“Intellectual property law creates property rights in a wide and diverse range of things and in the various insignia applied to goods and service” – Bently & Sherman). Namun –paling tidak bagi saya – hal itu tidaklah demikian.

E. HAKI sebagai benda tidak berwujud

HAKI memiliki berbagai bentuk yang saling berbeda, tapi juga memiliki kemiripan tertentu. Kemiripan yang utama ialah perlindungan terhadap benda “tidak berwujud” (intangible things). Benda-benda ini disebut ‘tidak berwujud’ karena mereka merupakan gagasan, penemuan, tanda, dan informasi.
Hal ini menempatkan HAKI dalam posisi yang berbeda dengan hak milik atas benda ‘berwujud’ yang mana berfungsi sebagai titel atas suatu obyek yang berwujud/berbentuk. Sedangkan HAKI, pada saat merupakan bentuk tidak berwujud juga sekaligus mengandung hak-hak yang tidak berwujud. Dengan kata lain, hak milik yang tidak berwujud dikandung dalam obyek berwujud (In the other words, the intangible property is embodied in the tangible object – Bently & Sherman). Keadaan semacam ini melahirkan konsekuensi hukum.

Konsekuensi yang lahir dari sifat tidak berwujud HAKI adalah, bahwa sifat dari HAKI ini membatasi kemampuan pemilik benda untuk bertindak terhadap benda miliknya. Penguasaan secara nyata atas suatu benda tidak pada saat yang sama melahirkan kepemilikan atas HAKI dari benda tersebut.



Contoh: Jika seorang mahasiswa membeli kaset/CD musik di toko, hal itu berarti sang mahasiswa menjadi pemilik kaset/CD yang dibelinya, namun tidak berarti dia menjadi pemilik hak cipta atas lagu-lagu di dalam kaset/CD tersebut. Dia juga tidak menjadi pemilik hak cipta atas sampul kaset/CD, dan juga bukan pemegang hak merek atas merek produk yang dibelinya. Bandingkan dengan keadaan dimana seseorang membeli rumah (benda berwujud), maka dengan sendirinya dia memiliki kemampuan untuk bertindak bebas atas rumah tersebut.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena dalam kasus pembelian kaset/CD di atas, yang dibeli oleh sang mahasiswa sebenarnya adalah lagu-lagu (karya cipta) yang direkam di dalam wadah kaset/CD tersebut. Bukan maksud sang mahasiswa untuk membeli wadahnya, karena dia bisa membeli kaset/CD kosong jika hanya ingin membeli wadah.




Di bagian dunia yang lain, seperti di negara-negara anggota Uni Eropa dan di Amerika Serikat, masalah sifat tidak berwujud dari HAKI ini sudah mencapai tingkat pembahasan pada aspek perdagangan barang dan jasa, terutama menyangkut prinsip ‘exhaustion of right’. Hal ini akan dibahas kemudian.

Mengenai pelanggaran HAKI, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh sifat HAKI sebagai hak yang tidak berwujud. Tidaklah mudah bagi orang untuk memahami mengapa seseorang tidak bisa menikmati kebebasan penuh atas benda miliknya, termasuk memperoleh manfaat ekonomi darinya. Seseorang bisa saja bertanya mengenai hak yang lahir dari tindakannya atas suatu benda (misalnya pembelian barang). Pemilik benda bisa saja bertanya, “Mengapa saya tidak menggunakan benda yang telah saya beli ini untuk memperoleh uang dan keuntungan atas sejumlah uang yang telah saya keluarkan untuk pembeliannya?”. Namun dia tidak dapat melakukannya tanpa melalui prosedur HAKI jikalau tidak ingin dituduh melakukan pelanggaran HAKI

F. Perlindungan Hukum terhadap Ciptaan/Penemuan/Produksi
Sifat lain yang juga mirip dalam berbagai hak dari HAKI adalah citra dari arti “ciptaan” atau “penemuan” dan “produksi”. Ciptaan atau penemuan atau produksi merupakan hasil yang muncul setelah sebuah gagasan dijewantahkan ke dalam objek tertentu. Object ini mengandung HAKI. Dengan kata lain, “tindakan menciptakan terjadi pada saat individu tertentu melaksanakan usaha mentalnya untuk merubah bahan mentah” (“the act of creation occurs when an individual exercises their mental labour to manipulate raw material” – Bently & Sherman).
Makna dari penciptaan/penemuan/produksi memiliki kaitan erat dengan sistem pendaftaran HAKI dan penegakan HAKI. Rejim pendaftaran HAKI terdiri dari the first to file system, the first to use system, dan sebuah sistem campuran (mixed system) dari dua sistem yang ada.

Setiap sistem mengandung pendapat yang berbeda mengenai ‘kapankah suatu hak diperoleh/terbentuk?’ Bagi the first to use, sebuah hak lahir setelah karya cipta/hasil penemuan lahir menjadi kenyataan. Kalau begitu, kapan sebuah karya ciptaan/hasil penemuan menjadi kenyataan? Karya tertentu menjadi kenyataan setelah mencapai kesatuan yang utuh yang dapat diperbanyak. Arti dari pemahaman semacam ini adalah, bahwa perlindungan hukum terhadap HAKI bisa diperoleh setelah sebuah karya telah menjadi kenyataan. Dengan kata lain, gagasan di dalam kepala saja tidak bisa memperoleh perlindungan HAKI sebab itu belum menjadi karya/hasil.
HaKI bukanlah merupakan satu konsep yang lahir secara integral. Konsep ini merupakan kategorisasi atas beberapa hal yang lahir dalam kegiatan perdagangan dan industri untuk memperoleh perlindungan hukum.

Hal-hal yang dipandang perlu diberi perlindungan hukum, adalah kegiatan yang memerlukan daya cipta (kreatifitas) manusia yang bersifat khas dan membawa manfaat ekonomis. Sehingga kegiatan-kegiatan tersebut memiliki nilai ekonomis. Kegiatan dimaksud adalah kegiatan "penciptaan", "penemuan" dan "produksi".

Dalam kegiatan perdagangan dan industri, lahir berbagai penciptaan, penemuan, dan produksi yang di dalamnya terdapat unsur-unsur kepentingan individu sebagai hasil dari penemuan/usaha (endeavors) mereka secara intelektual. Misalnya: Setrika listrik. Benda ini merupakan pengembangan dari teknologi Setrika Uap yang jaman dulu digunakan. Kemudian seorang Penemu menemukan teknologi baru untuk menggabungkan listrik sebagai sumber panas bagi Setrika (pengganti Arang). Penemuan tersebut terbukti mampu diproduksi dalam skala massal dan dijual secara luas. Hal ini membawa manfaat ekonomis bagi produsen dan penjual. Tentu saja manfaat ini perlu dinikmati juga oleh sang Penemu. (Kemudian dilindungi melalui hak Paten). Bila penemuan ini dimanfaatkan oleh banyak orang, maka benda-benda tersebut perlu diberi 'identitas'. Identitas ini membedakan produk satu pihak dengan produk pihak lainnya. (Identitas tersebut dilindungi melalui hak Merek). Jika benda tersebut diberi disain yang memudahkan penggunaannya, maka diberi perlindungan hak Disain Industri.

Pada saat produk atau benda tersebut dijual belikan secara luas dan massal, maka usaha yang telah dilakukan oleh Pencipta atau Penemu, merupakan kekayaannya/assets. Sehingga karya intelektual merupakan kekayaan. Kekayaan ini perlu dilindungi dari penyalahgunaan oleh pihak lain yang tidak beritikad baik. Pada titik inilah kebutuhan perlindungan hukum muncul dan pengaturan mengenainya perlu dilakukan.

Dari sejarah perdagangan, dapat diketahui bahwa munculnya berbagai hak, terkait dengan perlindungan karya intelektual sebagai kekayaan pencipta/penemunya yaitu: Hak Cipta, Paten, dan Merek. Kemajuan teknologi dan informasi dalam kegiatan ekonomi kemudian melahirkan hak-hak lain (terutama dalam bidang industri), yaitu a.l. Undisclosed information, Integrated circuit topography lay-out design, dll.

G. Bentuk-bentuk HAKI

Menurut WIPO, ada dua kategori dari HAKI, yaitu 1) Hak Cipta dan Hak-hak terkait (Copyright and related rights; dan, 2) Hak Milik Perindustrian (Industrial property). Haki Cipta (Copyright) di dalamnya melindungi karya-karya cipta dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni (seperti novel, puisi, sandiwara, film, ciptaan musik, lukisan, gambar, fotografi, ukiran, dan karya-karya arsitektur). Susunan lengkapnya bisa dibaca dalam UU Hak Cipta. Ada pula “Related rights” atau “Rights related to copyright” yang terdiri dari hak para artis pertunjukan terhadap karya pertunjukannya, produser rekaman suara terhadap hasil kerjanya, dan para lembaga penyiaran terhadap program radio dan televisi mereka. Bagi beberapa ahli yang lain, “Related rights” terdiri dari antara lain: database, fotografy, program komputer, dan karya-karya yang diturunkan dari komputer. (Bently & Sherman)
Hak Milik Perindustrian (Industrial property), terdiri Hak atas Merek (Trademarks), termasuk merek jasa; Indikasi geografis (Geographical indications); Hak Desain Industri (Industrial designs); Hak Paten (Patents); Hak Desain Tata Susunan dari Integrated circuits (Layout-designs (topographies) of integrated circuits); dan, Rahasia dagang (Undisclosed information, including trade secrets).

Perlindungan dan administrasi dari HAKI secara internasional dilakukan mengikuti berbagai kategori hak yang disebut di atas.


H. Perlindungan HAKI di Indonesia
Di Indonesia, HAKI secara umum terdiri dari Hak Cipta (Copyright) dan Hak Milik Perindustrian  (Industrial property right) (Publikasi Ditjen HaKI DepkehHAM: http://www.dgip.go.id/indonesia/pengantar.htm). Kategorisasi ini sesuai dengan kategorisasi HAKI menurut organisasi HAKI dunia yaitu WIPO (World Intellectual Property Organization). Hak Milik Perindustrian meliputi Paten, Merek dagang, Disain Industri, Tataletak  Sirkit Terpadu, Rahasia Dagang, dan Perlindungan Varitas Tanaman.

Pengaturan HAKI di Indonesia telah diatur dalam legislasi sebagai berikut:
·         Hak Cipta : UU Hak Cipta terbaru ialah UU No. 19/2002
·         Paten : UU Paten terbaru ialah di tahun 2001 (UU No 14/2001). Sebelumnya berlaku UU No.6/1989 yang dirubah UU No 13/1997.
·         Trademark : UU Merek terbaru ialah UU No. 15/2001. sebelumnya diatur dalam UU No 19/1992 yang dirubah oleh UU No 14/1997.

Ada pula beberapa UU baru yang diundangkan sebagai peraturan baru setelah ratifikasi keikutsertaan Indonesia di dalam Treaty tentang GATT/WTO (disesuaikan dengan pengaturan masa peralihan khusus dari WTO), ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
·         Perlindungan Varitas Tanaman : UU No 29/2000.
·         Rahasia Dagang: UU No 30/2000.
·         Desain Industri: UU No 31/2000.
·         Disain Tataletak Sirkit Terpadu : UU No 32/2000.

Semua UU tersebut adalah usaha Indonesia untuk memenuhi standar dari Perjanjian TRIPs (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade In Counterfeit Goods) setelah Indonesia masuk menjadi anggota WTO di tahun 1994. Pemenuhan kewajiban tersebut dimulai tahun 1997 dan diperbarui pada tahun 2000 dan 2001. Pembaruan sejumlah UU di atas dilakukan setelah Indonesai meratifikasi sejumlah Konvensi internasional dalam bidang HAKI pada setiap species dari HAKI, seperti WIPO Copyrights Treaty (WCT), Rome Convention 1961, Berne Convention, Paris Convention (on Industrial Property rights), Patent Cooperation Treaty (PTC), and Trademark Law Treaty (TLT) (Penjelasan atas tiap isi konvensi ini bisa diperoleh dalam Modul 2).

Lembaga pemerintah yang berwenang mengadministrasikan pelaksanaan UU tersebut adalah Direktorat Jenderal HAKI, Departemen Kehakiman dan HAM. Di dalam Ditjen HAKI terdapat kantor untuk pendaftaran dan kewenangan dari setiap hak dari HAKI di atas.

Dengan demikian, HaKI merupakan kumpulan intellectual property rights yang menghasilkan atau melindungi sejumlah kepentingan individu sebagai hasil dari usaha intelektualnya. HaKI tidak memiliki definisi konsep tunggal (Shelly Warwick), istilah ini muncul dalam pemakaian secara luas atau sering dibatasi sebagai kumpulan hak yang meliputi Hak Cipta (Copyright), Paten (Patent), dan Merek (Trademark) yang kemudian diperluas lebih lanjut pada jenis hak milik intelektual lainnya pada bidang industri seperti Undisclosed information/Trade Secret, Integrated circuit topography lay-out design,Plant varieties, Utility models (Paten Sederhana.

Di dalam lingkup Hak Cipta, terdapat “Hak-hak terkait” (Related rights). Hak Terkait adalah hak yang dimiliki oleh: produser rekaman suara atas karya rekaman suara; hak artis pertunjukan atas karya pertunjukannya; dan, hak lembaga penyiaran atas karya siarannya. Selain itu, dalam Hak Cipta dikenal pula istilah  neighboring rights. Yang dimaksud dengan neighboring rights adalah mechanical right (hak memperbanyak), performing right (hak mengumumkan), rental right (hak menyewakan), dan moral right (hak moral atas ciptaan dan perubahan yang dilakukan pihak lain).

Hak Cipta dan Hak milik perindustrian memiliki persamaan sebagai sama-sama hasil usaha intelektual manusia yang menghasilkan manfaat ekonomis bagi pemiliknya. Perbedaannya terletak pada lingkup perlindungannya serta penekanan dari aspek yang dilindungi. Hak Cipta berhubungan dengan kegiatan mencipta dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Penekanan perlindungannya adalah pada soal keaslian/orisinalitas ciptaan. Jadi, ada kekhasan pribadi individu pencipta.

Hak milik perindustrian berhubungan dengan kegiatan industri, yaitu proses produksi dan produk industrinya. Penekanan perlindungannya berbeda pada setiap jenis hak milik perindustrian. Penekanan perlindungan dalam hak Paten adalah menyangkut Kebaruan/Novelty dari suatu penemuan. Bila dalam Hak Cipta suatu karya bisa saja tidak baru, akan tetapi karya tersebut haruslah asli karya seorang pencipta sedangkan dalam hak Paten penemuan haruslah baru (belum ada sebelumnya).

Dalam perlindungan Merek, yang ditekankan adalah Daya Pembeda/Distinctiveness. Daya Pembeda ini akan melahirkan suatu kepribadian atas produk yang dijual. Ukurannya adalah apakah ada "Kesamaan pada pokoknya" dengan merek lain.
Sementara itu, ada pula penemu atau pemegang hak yang tidak ingin informasi formula produknya diketahui oleh pihak lain. Untuk itu perlindungan Paten tidak menyediakan perlindungan yang memadai, sehingga lahirlah hak atas Undisclosed Information. Sementara itu, perlindungan atas Integrated Circuit berhubungan dengan masalah tata letak/layout yang mempengaruhi kinerja produk tersebut.
Pertanyaan pokok yang terus digumuli hingga saat ini dalam pengembangan HaKI adalah, apakah yang menjadi dasar filosofis bagi kebutuhan perlindungan HaKI secara yuridis? Terhadap soal ini, berbagai teori mengenai Hak bisa menjadi dasar argumentasinya baik yang berupa Natural rights theory   (Bentham, dll), Contract theory, Utilitarian theory, bahkan Labor rights yang dikembangkan oleh para Lockean (pendukung John Locke) (Shelly Warwick).

HaKI adalah bidang hukum yang tidak tunggal arah. Hubungannya dengan bidang hukum lain mencakup bidang-bidang hukum dalam hukum pidana (termasuk hukum internasional),  perdata (termasuk hukum perdata internasional), dan administrasi negara.
Dalam hal hukum perdata, perlindungan HaKI memperkaya konsep mengenai "benda". Konsep benda yang tidak berwujud ini, diberikan perlindungan sesudah memperoleh wujud tetapi yang dilindungi tetap dalam makna yang tidak berwujud yaitu kemampuan intelektual manusia. Kemudian "benda" ini diberi identitas sebagai "hak".

"Hak" ini merupakan status sekaligus merupakan obyek perlindungan. Ini berbeda dengan benda seperti tanah, yang mana sebagai obyek perlindungan dilekati hak milik misalnya, dalam HaKI status yang melekat itu adalah sekaligus obyek perlindungan hukum. Yang terhadapnya berlaku semua ciri hak kebendaan. Itulah sebabnya konsep kebendaan di dalam HaKI dipandang memperkaya konsep benda di dalam hukum perdata Indonesia.

Hubungan dengan hukum perdata menjadi semakin mendalam, dengan pengaturan mengenai pengalihan HaKI yang dimungkinkan melalui perjanjian (dengan akta otentik), pewarisan, dan hibah. Selain itu, perjanjian lisensi juga dapat diterapkan dalam hal pelaksanaan hak oleh pihak kedua tanpa terjadi pengalihan hak.
Dalam kaitan dengan hukum pidana, pelanggaran terhadap hak merupakan perbuatan melawan hukum. Untuk memperkuat perlindungannya diberlakukan sanksi pidana atas pelanggaran hukum yang terjadi. HaKI yang dilanggar diberi makna setara dengan pencurian atas kekayaan pihak lain, oleh karena itu perlu diberi perlindungan secara pidana pula.

Dalam pengaturan pada sistem hukum negara, HaKI diasumsikan berasal dari negara yang "diberikan" kepada individu. Proses ini terjadi melalui mekanisme Administrasi Negara berupa sistem Pendaftaran hak (terutama dalam hal Paten dan Merek). Peran pemerintah dalam hal ini cukup besar. Hal tersebut menjadi bertambah penting dengan belum meluasnya pemahaman akan kepentingan perlindungan HaKI, karena peran pemerintah cukup besar dalam melakukan sosialisasi pengaturan HaKI.

1. Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-undang No. 6Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987 (UU Hak Cipta); dalam waktu dekat, Undang-undangini akan direvisi untuk mengakomodasikan perkembangan mutakhir dibidanghak cipta;

1. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
2. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
3. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
4. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak SirkuitTerpadu;
5. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten); dan
6. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Peranan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam perkembangan NegaraIndonesia adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan iklim perdagangan dan investasi yang kompetitif;
2. Meningkatkan perkembangan teknologi;
3. Mendukung perkembangan dunia usaha yang kompetitif dan spesifik di pasar global;
4. Meningkatkan invensi dan inovasi dalam negri yang berorientasi ekspor dan bernilai      komersial;
5. Mempromosikan sumber daya sosial dan budaya yang dimiliki;
6. Memberikan reputasi internasional untuk ekspor produk lokal yang berkarakter dan memiliki tradisi budaya daerah.

Contoh Kasus:
Kasus yang berkaitan dengan kriteria dapat dilihat dalam kasus PT. NobelCarpets sebagai pihak penggugat, yang mengajukan gugatan industri atas karpetdengan motif Pilar dan karpet dengan motif Masjid yang didaftarkan PT.Universal Carpets and Rugs sebagai pihak tergugat. Dasar gugatan PT. NobelCarpets atau penggugat adalah industri atas karpet dengan motif Pilar dan Masjidyang keduanya didaftarkan atas nama PT. Universal Carpets and Rugs adalah
tidak baru pada saat diterimanya permohonan pendaftarannya, masing-masing pada tanggal Rabu tanggal 15 Desember 2004, diputus dalam rapat Majelis HakimPengadilan Niaga Jakarta Pusat yang terdiri Mulyani sebagai Hakim KetuaMajelis, Agus Subroto, SH, M.Hum dan Sudrajat Dimyati, SH, dan dibantu olehMatius B. Situru, SH sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh KuasaPenggugat dan Kuasa Tergugat, tanpa dihadiri Kuasa Turut Tergugat. 4 Juli 2003dan 8 Juli 2003, karena sama dengan industri karpet dengan motif Pilar dan motif Masjid yang telah digunakan di Indonesia oleh Penggugat atau PT. Nobel Carpetssejak 1995.Tuntutan penggugat atau PT. Nobel Carpets adalah agar Tergugat PT.Universal Carpets and Rugs dinyatakan beriktikad tidak baik pada waktu pengajuan permohonan pendaftaran industri yang terdaftar dengan No. ID 0 005420 dengan karpet motif Pilar dan industri dengan No. ID 0 005 425. Dan tuntutanagar industri No. ID 0 005 420 dengan judul karpet dengan motif Pilar danindustri No. ID 0 005 425 dengan judul karpet dengan motif masjid. Dalam putusan Pengadilan Niaga, majelis hakim berpendapat bahwa motif pilar danmotif masjid yang diproduksi PT. Universal Carpets and Rugs atau tergugat tidak sama dengan karpet Pilar dan Masjid yang diproduksi oleh penggugat dengan pertimbangan bahwa setelah membandingkan karpet-karpet produk Penggugatdengan karpet produk. Tergugat sepintas memang memiliki kemiripan, namunapabila diteliti lebih seksama dari segi bentuk, konfigurasi, komposisi garis danornamentasi khas ternyata berbeda, sehingga karpet-karpet produk Tergugat dapatdikatakan memiliki nilai.Dalam putusan tersebut majelis hakim menimbang bahwa Pasal 10Undang-Undang Industri menyatakan bahwa hak atas industri diberikan atas dasar  permohonan. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka perlindungan industrihanya diberikan kepada pihak yang telah mengajukan permohonan pendaftaranindustri. Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Industri bahwa pihak yang untuk pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemeganghak industri, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Berdasarkan ketentuan pasal diatas, majelis hakim berpendapat bahwa secara yuridis PT. Universal Carpets and

Rugs atau tergugatlah sebagai pihak yang pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran atas industri karpet dengan motif masjid pada turut tergugat atauDirektorat Jenderal HaKI. Sehingga secara mutatis mutandis sesuai denganketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Industri.Di lain pihak, hakim juga memiliki opini bahwa penggugat dalamkesempatannya tidak pernah mengajukan pendaftaran industri atas karpet yangdiproduksinya, sehingga dapat dinyatakan bahwa penggugat tidak berhak menerima perlindungan industri untuk karpet yang diproduksinya tersebut. Dalam putusan kasasi, Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut telah tepat dan benar. Nilai tidak hanya diklaim atas penampilan keseluruhannya, tetapi juga berdasarkan pada kombinasi elemen-elemen yang pada awalnya telah diketahui. Sesuai dengan Undang-UndangIndustri di Indonesia bahwa suatu akan mendapatkan perlindungan hukum jikatersebut benar-benar baru, dengan kata lain memiliki unsur novelty .Referensi:
smayoskrw.files.wordpress.com/.../haki.doc


0 Response to "TUGAS 2 HUKUM INDUSTRI"

Posting Komentar